Beranda | Artikel
Cinta: Antara yang Syari, Haram dan Mubah (Bag. 2)
Sabtu, 30 Juli 2022

Baca pembahasan sebelumnya Cinta: Antara yang Syar’i, Haram dan Mubah (Bag. 1)

Bismillah wal-hamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Macam-macam cinta

Terdapat tiga macam cinta, yaitu cinta yang syar’i, cinta yang haram, dan cinta yang diperbolehkan ditujukan kepada makhluk.

Jenis pertama: cinta yang syar’i

Mahabbatullah (mencintai Allah)

Mahabbatullah (mencintai Allah) merupakan kewajiban yang paling wajib. Kedudukan mahabbatullah adalah sebagai dasar agama Islam. Hal ini bisa ditinjau dari:

Pertama, pendorong segala bentuk amal ibadah seorang hamba adalah cinta Allah Ta’ala, cinta pahala-Nya, dan cinta (ingin) selamat dari neraka. Bahkan, dua rukun ibadah hati yang lainnya, yaitu takut dan harap, dasarnya adalah cinta kepada Allah. Karena orang yang berharap kepada Allah saat beribadah, hakikatnya berharap sesuatu yang dicintainya, berupa keridaan-Nya dan pahala-Nya. Sedangkan orang yang takut kepada Allah, hakikatnya adalah takut kepada Tuhan yang dicintainya dengan puncak kecintaan, dan takut kehilangan sesuatu yang dicintainya, berupa keselamatan dari siksa-Nya.

Tawakal, inabah, tobat, dan ibadah lainnya, sumbernya adalah cinta kepada Allah Ta’ala dan tuntutannya, yaitu cinta kepada rida-Nya dan cinta kepada pahala-Nya, serta ingin selamat dari siksa-Nya.

Kedua, setiap peribadahan pastilah dipersembahkan kepada Tuhan yang paling dicintainya dengan puncak kesempurnaan sehingga Dia diagungkan dan ditaati secara mutlak.

Mahabbatur rasulillah (cinta Rasul) shallallahu ‘alaihi wasallam

Di antara bentuk cinta syar’i adalah mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini hukumnya wajib. Tidak sempurna keimanan wajib seorang hamba tanpa mencintai beliau melebihi mencintai diri sendiri dan seluruh makhluk.

Mencintai seluruh yang dicintai oleh Allah

Di antara bentuk cinta syar’i adalah mencintai seluruh yang dicintai oleh Allah, yaitu mencintai para rasul dan nabi lainnya ‘alaihimush shalatu was-salamu, orang saleh, dan mencintai seluruh yang dicintai oleh Allah, baik berupa syari’at Allah, ucapan baik, perbuatan baik (amalan saleh), orang saleh, waktu dan tempat baik, dan seluruh yang dicintai-Nya.

Cinta syar’i berupa mencintai Rasul dan mencintai yang dicintai Allah adalah al-hubbu fillah (cinta di jalan ketaatan kepada Allah) dan al-hubbu lillah (cinta karena Allah). Atau disebut juga mahabbatu ma yuhibbullah (mencintai segala yang dicintai Allah).

Cinta syar’i mencintai Rasul dan mencintai yang dicintai Allah ini mengikuti “dasar dari seluruh cinta”, yaitu mahabbatullah. Sehingga mahabbatullah adalah sebagai dasar dari seluruh cinta lainnya.

Kecintaan kita terhadap sesuatu selain Allah mengikuti kecintaan Allah terhadap sesuatu tersebut. Semakin besar kecintaan Allah kepada sesuatu, maka tertuntut semakin besar pula kecintaan kita kepada sesuatu tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin besar kebencian Allah kepada sesuatu, maka semakin besar pula kebencian kita kepada sesuatu tersebut.

Ar-Rabi’ bin Khutsaim rahimahullah berkata dalam Jami’ul Ulum wal-Hikam, karya Ibnu Rajab rahimahullah,

لو رأيت رجلا يظهر خيرا ، ويسر شرا ، أحببته عليه ، آجرك الله على حبك الخير ، ولو رأيت رجلا يظهر شرا ، ويسر خيرا بغضته عليه ، آجرك الله على بغضك الشر

“Seandainya anda melihat seseorang menampakkan kebaikan dan menyembunyikan keburukan, lalu anda mencintainya karena kebaikannya tersebut, niscaya Allah akan memberi pahala kepadamu atas dasar kecintaanmu kepada kebaikannya.

Sebaliknya, seandainya anda melihat seseorang menampakkan keburukan dan menyembunyikan kebaikan, lalu anda membencinya karena keburukannya tersebut, niscaya Allah akan memberi pahala kepadamu atas dasar kebencianmu kepada keburukannya.”

Jenis kedua: cinta yang haram

Syirik besar yang menghancurkan dasar tauhid dan iman seseorang (al-mahabbah ma’allah)

Ini adalah cinta ibadah yang ditujukan kepada selain Allah, atau disebut juga al-mahabbah ma’allah. Mencintai selain Allah sebagaimana mencintai Allah adalah syirik dalam cinta. Jadi, patokan syirik besar dalam ibadah cinta adalah mencintai selain Allah sebagaimana mencintai Allah. Allah Ta’ala  berfirman,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ

“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman itu lebih besar cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

Cinta jenis syirik besar ini menghancurkan dasar tauhid dan dasar iman seseorang, sehingga pelakunya kafir. Karena jika masuk dalam kategori cinta ibadah, lalu cinta tersebut ditujukan kepada Allah saja, maka bernilai tauhid. Dan jika ditujukan selain Allah, maka bernilai syirik besar. Ciri cinta yang merupakan ibadah adalah mengandung puncak cinta dan puncak perendahan diri (puncak pengagungan) dan puncak ketundukan dan ketaatan kepada yang disembah, diibadahi, dan dicintai.

Haram, namun tidak sampai syirik besar (atau setingkatnya)

Cinta yang haram ini merusak kesempurnaan iman/ tauhid yang wajib sehingga berdosa. Namun, tidak sampai derajat kafir karena tidak menghancurkan dasar tauhid dan iman seseorang. Patokan cinta yang haram adalah mencintai selain Allah yang tidak sampai tingkatan syirik besar (atau setingkatnya), namun berakibat meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman, baik karena asal cintanya itu diharamkan atau asal cintanya itu mubah, namun menjerumuskan ke dalam dosa.

Baca Juga: Doa Terbaik untuk Anak Tercinta

Jenis ketiga: cinta yang diperbolehkan ditujukan kepada makhluk

Terdapat beberapa contoh cinta yang diperbolehkan ditujukan kepada makhluk, misalnya:

Pertama, cinta tabiat atau naluri, seperti suka makanan dan minuman, pakaian, tempat tinggal, dan semacamnya.

Kedua, cinta karena kasih sayang atau didasari rasa hormat, seperti cinta kepada orangtua, guru, anak, dan semacamnya,

Ketiga, cinta kepada hobi, kegemaran, atau kesukaan yang halal. Contohnya, cinta kepada pekerjaan, bisnis, hobi, dan semacamnya.

Cinta yang diperbolehkan ini bisa berubah menjadi haram jika mengakibatkan seseorang meninggalkan kewajiban atau melakukan keharaman.

[Bersambung]

Baca Juga:

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah


Artikel asli: https://muslim.or.id/77111-cinta-antara-yang-syari-haram-dan-mubah-bag-2.html